JAKARTA, SUARADEWAN.com – Bawaslu DKI Jakarta menemukan sejumlah indikasi pelanggaran pada Pilkada DKI saat pemungutan suara berlangsung, pada Rabu (15/2/2017) lalu.
Salah bentuk pelanggaran yang ditemukan oleh Bawaslu DKI adalah adanya mobilisasi massa dan upaya menghilangkan hak suara warga negara dalam memilih, yang diduga diakibatkan keteledoran petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Menanggapi temuan tersebut, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, kesengajaan menghilangkan hak suara warga negara merupakan bentuk kejahatan Ppilkad. Untuk itu pelaku bisa dikenakan sanksi pidan dan denda.
“Petugas KPPS bisa dipidana penjara dua tahun dan dena maksimal Rp 24 juta jika terbukti dengan sengaja menghilangkan hak pilih warga. Tindakan itu merupakan pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pilkada,” kata Titi di Jakarta, Minggu (19/2).
Menurut Titi,Kelalaian dan ketidaktahuan bisa terjadi karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman petugas atas ketentuan pemungutan suara berkaitan dengan penggunaan hak pilih oleh warga negara.
Lebih lanjut, Titi menghimbau Bawaslu agar mengambil tindakan cepat untuk melakukan penyelidikan atas berbagai kejadian yang mengemuka soal.
Hal tersebut, menurut Titi, untuk mencegah terjadinya spekulasi berlarut-larut di masyarakat soal pemilih yang ditengarai tidak bisa gunakan hak pilihnya akibat petugas KPPS yang tidak melayani dengan baik.
Sesuai dengan peraturan yang diatur dalam UU Pilkada. Pada Pasal 178 UU No 1 Tahun 2015 mengatur bahwa Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). (DD)