Pidato Peringatan HUT RI dari Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi

jokowi
SBY
megawati
gusdur
Habibie
HUT RI-5

Masa Presiden Soeharto

Sebagai penerus Bung Karno, Soeharto diharapkan membawa perbaikan untuk Indonesia dari berbagai permasalahan pada masa Orde Lama. Pembangunan menjadi salah satu prioritas di era pemerintahannya. Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, sekitar lima bulan setelah MPRS memberi mandat kepadanya untuk menjadi presiden, ia menyampaikan amanat tentang pentingnya penyelesaian Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Hal tersebut tersarikan dalam artikel Kompas berjudul “Thema Terpenting Perdjoangan: Pembebasan Rakjat dari Kemelaratan” yang terbit pada tanggal 19 Agustus 1968 di halaman 1. Mulai dari tahun pertama pelaksanaan Repelita, pengarahan pelaksanaan Repelita I – VI beberapa kali disampaikan dalam amanat peringatan HUT RI.

Kondisi di akhir periode pemerintahannya berbanding terbalik dengan segala cita-citanya ketika dipilih menjadi orang nomor satu di Indonesia. Alih-alih kesejahteraan rakyat meningkat berkat berbagai proyek pembangunan, Indonesia malah mengalami krisis ekonomi pada masa sebelum ia lengser. Jatuhnya nilai mata uang, isu korupsi, dan situasi lainnya menyebabkan terjadinya kerusuhan baik di pusat maupun sejumlah daerah.

  • 16 Agustus 1967

Presiden Soeharto memulai tradisi baru di depan pembukaan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) 1967-1968 dengan memberikan kata pengantar atas nota keuangan dan rancangan anggaran belanja tahunan yang akan mendatang.

Pidato Kenegaraan pd Presiden: Partaji spj Jangan Peruncing Ideologi Letakkan Perdjuangan dan Gerakan Atas Dasar Program (Kompas, 18 Agustus 1967 halaman 1)

  • 16 Agustus 1968

Presiden Soeharto menyampaikan salah satu masalah nasional yang perlu untuk diselesaikan adalah pelaksanaan pembangunan Lima Tahun yang pertama.

Thema Terpenting Perdjoangan: Pembebasan Rakjat dari Kemelaratan  (Kompas, 19 Agustus 1968 halaman 1)

  • 17 Agustus 1969

Persoalan ekonomi menjadi salah satu sorotan yang disampaikan Presiden Soeharto. Dengan tegas, ia mengatakan bahwa pembangunan ekonomi menjadi prioritas tinggi untuk meningkatkan ketahanan nasional.   Pidato Kenegaraan Didepan DPRGR: Perkuat Negara Kesatuan Sebagai Wadah Tunggal (Kompas, 18 Agustus 1969 halaman 1)

  • 16 Agustus 1970

“Tidak perlu diragukan lagi: Saya memimpin langsung pemberantasan korupsi!” Hal itu ditegaskan Presiden Soeharto dalam amanat kenegaraannya didepan Sidang Pleno DPRGR. Dikatakannya, tidak ada perbedaan diantara kita mengenai pemberantasan korupsi itu.

Presiden: Saja Memimpin Langsung Pimpin Pemberantasan Korupsi (Kompas, 18 Agustus 1970 halaman 1)

  • 16 Agustus 1971

Presiden Soeharto menyampaikan keberhasilan Indonesia menyelenggarakan pemilu yang pertama di masa Orde Baru. Selain itu, Presiden juga mengajak semua pihak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang hasilnya telah dirasakan oleh masyarakat.

Tjita-tjita dan Usaha Negarawan: Menang dalam Pembangunan (Kompas, 18 Agustus 1971 halaman 1)

  • 16 Agustus 1972

Presiden Soeharto mengemukakan bahwa dalam tahun 1973 (tahun ke V PELITA I) nanti akan diadakan perubahan sasaran produksi beras. Dengan perkataan lain, target produksi beras akan diturunkan dari 15,4

Target produksi beras tahun 1973 diturunkan (Kompas, 18 Agustus 1972 halaman 1)

  • 16 Agustus 1973

Perluasan kesempatan kerja, kenaikan yang nyata dari penghasilan setiap orang serta keadilan sosial yang lebih merata, merupakan masalah2 besar sosial-ekonomi yang perlu digarap dalam Pelita II.

Masalah-masalah besar yang perlu digarap dalam Pelita II: Perluasan kesempatan kerja, kenaikan nyata penghasilan setiap orang dan keadilan sosial yang lebih merata * “Masih terdengar banyak keluhan” Hidup terasa berat (Kompas, 18 Agustus 1973 halaman 1)

  • 15 Agustus 1974

Presiden Soeharto mengemukakan, suksesnya pembangunan memerlukan dua syarat mutlak, kebulatan tekad seluruh rakyat untuk membangun dan adanya stabilitas nasional. Dikatakan, dimasa lampau kita pernah berusaha melaksanakan pembangunan.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Stabilitas Nasional Hanya Dapat Dibina dan Dipelihara Berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 (Kompas, 19 Agustus 1974 halaman 1)

  • 16 Agustus 1975

Presiden Soeharto menyerukan dipeliharanya semangat pembangunan yang telah ada sekarang ini. Dan dengan semangat itu, pembangunan nasional harus ditingkatkan. “Kita tidak mau lagi kesempatan ini terlepas dari tangan!”, demikian Presiden dalam pidato kenegaraan di depan siding

Semangat Pembangunan Yang Telah Ada Harus Dipelihara * Presiden: Kita Tidak Mau Lagi Kesempatan Ini Terlepas Lagi (Kompas, 18 Agustus 1975 halaman 1)

  • 16 Agustus 1976

Presiden Soeharto menginstruksikan para pejabat dan pegawai negeri agar tidak mengkomersilkan jabatan dan tugas mereka. Selain itu juga akan mengahapuskan SPP SD kelas 1 sampai kelas 3 mulai tahun depan.

Pejabat dan Pegawai Negeri: Dilarang “Mengkomersiilkan” Jabatan dan Tugas (Kompas, 18 Agustus 1976 halaman 1)

  • 16 Agustus 1977

Presiden Soeharto mengumumkan penurunan tingkat kemiskinan, stabilitas pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indoneia. Presiden juga mengatakan akan memberikan amnesti umum kepada sisa-sisa gerombolan Fretilin yang menyerah sebelum 31 Desember 1977.

Presiden Soeharto: Hanya 3 dari 10 Penduduk Indonesia Berada di Bawah Garis Kemiskinan (Kompas, 18 Agustus 1976 halaman 1)

  • 16 Agustus 1978

Presiden Soeharto mengatakan, perkiraan laju pertumbuhan penduduk mencapai 6,5 persen, kebijakan Pembangunan Repelita III tetap dilandaskan Trilogi Pembangunan.

Perkiraan Selama Periode Pelita III: Laju Pertumbuhan Ekonomi Riil Sekitar 6,5 Persen Setahun (Kompas, 18 Agustus 1978 halaman 1)

  • 16 Agustus 1979

Presiden menekankan pinjaman luar negeri tidak bertujuan menjual negara, inflasi yang terkendali dan pengembangan kebudayaan politik yang makin segar.

Pidato kenegaraan Presiden Soeharto di DPR: Pinjaman luarnegeri tidak sangkut paut dengan “menjual” Negara (Kompas, 18 Agustus 1979 halaman 1)

  • 16 Agustus 1980

Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraan memberi perhatian lebih besar pada bidang politik, dimana aturan politik dan kenegaraan tetap bendasar pada UUD, sementara dalam bidang ekonomi disebutkan tahun 1980 produksi beras mencapai 20 juta ton.

Pidato kenegaraan Presiden Soeharto: Pembangunan politik, bagian sangat sulit dari keseluruhan pembangunan bangsa (Kompas, 18 Agustus 1980 halaman 1)

  • 15 Agustus 1981

Presiden Soeharto menyatakan tidak bermaksud menjadi presiden seumur hidup, presiden juga menyerukan untuk memakai hak pilih sebaik-baiknya.

Pidato kenegaraan presiden Soeharto: Bila dengan motif apapun belum puas, berjuanglah lewat jalur konstitusional (16 Agustus 1981 halaman 1)

  • 16 Agustus 1982

Presiden Soeharto mengatakan untuk merampungkan proses pembaharuan kehidupan politik, dengan Pancasila sebagai satu-satunya azas bagi setiap kekuatan sosial politik.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Pancasila Seharusnya Satu-satunya Azas Setiap Parpol

(Kompas, 18 Agustus 1982 halaman 1)

  • 15 Agustus 1983

Presiden Soeharto menyampaikan penegasan dalam tindakan antikorupsi, perkiraan pertumbuhan ekonomi selama Repelita IV sebesar 5 persen setahun, pemasyarakatan Pancasila untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Laju Pertumbuhan dalam Repelita IV 5 Persen Setahun

(Kompas, 18 Agustus 1983 halaman 1)

  • 16 Agustus 1984

Presiden Soeharto mengingatkan agar menghindari sikap destruktif, seolah-olah pembangunan yang tengah dikerjakan mengalami kegagalan total.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto di DPR-RI: Hindarkan Sikap Destruktif Seolah-olah Pembangunan Gagal  (Kompas, 18 Agustus 1984 halaman 1)

  • 16 Agustus 1985

Presiden Soeharto menyampaikan dua kemajuan dalam pengembangan budaya politik. Presiden juga memutuskan dana Inpres Desa akan disampaikan langsung kepada setiap kepala desa melalui bank.

Pidato Kenegaraan Presiden RI: Berkembang, Semangat Bermusyawarah dan Tradisi Konstitusional (Kompas, 18 Agustus 1985 halaman 1)

  • 15 Agustus 1986

Presiden Seoeharto menyerukan ke seluruh lapisan masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan tantangan dan ujian berat dan besar di bidang ekonomi.

Pidato Kenegaraan Presiden RI: Perlu Pengorbanan Sementara untuk Mencapai Kemajuan Jangka Panjang (Kompas, 18 Agustus 1986 halaman 1)

  • 15 Agustus 1987

Presiden Soeharto menegaskan ABRI mampu mendukung pertumbuhan demokrasi, pemberian ruang gerak bagi prakarsa masyarakat, dan pentingnya dalam kehidupan ekonomi untuk mendahulukan kepentingan bersama.

Pidato kenegaraan Presiden RI: Dari RI pendorong demokrasi sampai soal pemborong devisa

(Kompas, 16 Agustus 1987 halaman 1)

  • 16 Agustus 1988

Presiden Soeharto mengatakan perlunya bangsa kita mengembangkan wawasan yang luas dan melanjutkan tugas pokok yang utama untuk melaksanakan pembangunan nasional. Dalam Repelita V prioritas pembangunan tetap diletakkan pada pembangunan ekonomi, pertanian dan industri.

Presiden Soeharto: Kita Harus Terus-menerus Memperluas Wawasan (Kompas, 18 Agustus 1988 halaman 1)

  • 16 Agustus 1989

Presiden Soeharto mengharapkan dialog nasional tentang politik beberapa bulan terakhir diendapkan, selanjutnya segala pemikiran itu dicapai dengan sadar, rencana cermat, arah yang jelas dan irama yang tepat.

Pidato Kenegaraan Presiden RI: Endapkan Segala Aspirasi Politik yang Terungkap dalam Dialog Nasional  (Kompas, 18 Agustus 1989 halaman 1)

  • 16 Agustus 1990

Presiden Soeharto menyatakan bahwa perbedaan pendapat harus dipandang sebagai penggerak dinamika kehidupan demokrasi yang berdasar Pancasila. Perlunya pengembangan hak-hak asasi, persiapan memperbesar peranan pemda daerah tingkat II, dan pencairan hubungan diplomatik dengan RRC.

Presiden Soeharto di DPR: Khawatirkan Beda Pendapat Berarti Sangsikan Pancasila (Kompas, 18 Agustus 1990 halaman 1)

  • 16 Agustus 1991

Presiden Soeharto menyatakan pelaksanaan pembangunan nasional dengan sendirinya akan meningkatkan penghasilan masyarakat, dan dengan demikian akan membantu upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Langkah-langkah Pemerataan Perlu Diperluas dan Ditingkatkan* Laju Pertumbuhan Ekonomi 1990 Mencapai 7,4 Persen (Kompas, 18 Agustus 1991 halaman 1)

  • 15 Agustus 1992

Presiden Soeharto menyinggung jumlah wakil-wakil ABRI yang duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Selain itu menegaskan sikap tetap waspada dalam perekonomian nasional dan terus meningkatkan pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Presiden Soeharto di Depan Sidang Pleno DPR: Jumlah Wakil ABRI di DPR/MPR Bisa Disesuaikan Lewat Konsensus (Kompas, 16 Agustus 1992 halaman 1)

  • 17 Agustus 1993

Pada akhir PJPT II, Pendapatan perkapita Indonesia ditargetkan sama dengan tingkat pendapatan perkapita negara-negara industri maju. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi awal Repelita VI (1994-1995) harus dimulai minimal 6 persen per tahun.

Presiden Soeharto dalam Pidato Kenegaraan. Minimal 6 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Awal Repelita VI (Kompas, 18 Agustus 1993 halaman 1)

  • 16 Agustus 1994

Presiden Soeharto menyatakan  pembangunan ekonomi akan berhasil apabila ada dukungan politik berupa stabilitas politik dan partisipasi rakyat. Stabilitas politik jangan diartikan mempertahankan nilai-nilai usang atau melanggengkan status quo.

Presiden: Keterbukaan Tak Berarti Bebas Tanpa Beban * Pidato kenegaraan di depan sidang umum DPR (Kompas, 18 Agustus 1994 halaman 1)

  • 16 Agustus 1995

Presiden Soeharto mengingatkan pembangunan yang dikembangkan di masa datang harus berakar pada rakyat. Hanya pembangunan yang berakar kerakyatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Presiden: Sasaran Repelita VI Direvisi * Pembangunan harus Berakar pada Rakyat (Kompas, 18 Agustus 1995 halaman 1)

  • 16 Agustus 1996

Kepala Negara menolak gagasan pembentukan partai politik baru karena selain tidak sejalan dengan konsensus nasional, dukungan rakyat bagi terbentuknya wadah baru tersebut juga tidak jelas.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Hormati Konsensus Nasional tentang Tiga Kekuatan Politik (Kompas, 18 Agustus 1996 halaman 1)

  • 16 Agustus 1997

Presiden Soeharto meminta para pelaku dunia usaha untuk memahami sungguh-sungguh hakikat dari kenyataan baru akibat dari gejolak kurs mata uang di Asia Tenggara termasuk rupiah, dan kebijakan pemerintah melepaskan rentang kurs intervensi.

Presiden Soal Gejolak Mata Uang: Pahami Kenyataan Baru (Kompas, 18 Agustus 1997 halaman 1)

Previous Next

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90