JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Intan Jaya, Papua, Jumat, 24 Februari 2017, sekelompok orang terlihat saling serang. Mereka adalah massa pendukung masing-masing pasangan calon, yakni paslon nomor 2 Yulius Tipagau-Yunus Kalabetme dengan paslon nomor 3 Natalis Tabuni-Yan Koboyauw.
Akibat dari bentrok antar kubu tersebut, hingga Minggu, 26 Februari, korban tewas berjumlah 3 orang, sementara 600 lainnya menderita luka-luka, serta 3 rumah dibakar massa.
“Saya ingin luruskan berita yang kini simpang siur. Korban meninggal 3 orang,” terang Juru Bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Mustofa Kamal.
Ia berusaha memberi klarifikasi karena sebelumnya dilaporkan bahwa ada 6 orang meninggal dunia akibat bentrokan massa ini.
“Rinciannya, satu meninggal di lokasi perang tanggal 23 Februari. Satu meninggal di Rumah Sakit Sugapa tanggal 25 Februari. Dan pada tanggal yang sama, satu lagi yang meninggal,” imbuhnya.
Pemicu Konflik
Konflik Pilkada berbuntut kriminalitas ini bermula pada Kamis, 23 Februari 2017. Saat itu, ratusan orang berhasil menerobos Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Intan Jaya, Papua, yang saat itu tengah melangsungkan agenda pleno penetapan perolehan suara hasil Pilkada.
“Lalu ada massa yang melempari kantor KPU. Namun aparat langsung bertindak dan bisa meredam,” kata Jubir Polda Kombes Ahmad, Jumat (24/2/2017).
Ia mengatakan bahwa ada sekitar 500 orang dari salah satu kelompok yang sempat menerobos ke dalam Kantor KPUD. Mereka melompati pagar tembok, sebagian lagi melempari kantor dengan batu dan kayu.
“Massa menuntut pleno segera digelar sementara masih ada data yang belum masuk. Ada dua distrik yang datanya masih dalam penginputan, yakni distrik Wandai dan distrik Agisiga,” tambahnya.
Menurut anggota DPRD Papua Thomas Sendigau, pemicu bentrok antar pendukung paslon ini adalah akibat dari sikap KPUD yang menunda-nuda proses pleno perhitungan dan penetapan perolehan suara. Masyarakat kemudian curiga bahwa penyelenggara tidak independen dan memihak salah satu paslon tertentu.
“Hasil Pilkada sudah diketahui. Paslon nomor urut 2 unggul 2.945 suara. Tetapi KPUD selalu menunda-nunda pleno rekapitulasi suara, sehingga masyarakat menilai KPUD sudah tidak independen dan curiga hendak bermain dengan paslon nomor 3 yang merupakan petahana,” ujar Thomas.
Di hari ketiga penundaan pleno, ribuan pendukung nomor 2 pun mendatangi Kantor KPUD. Mereka bermaksud ingin menyaksikan langsung proses pleno. Hanya saja, menurut Thomas, saat itu KPUD kembali hendak melakukan penundaan. Inilah yang kemudian menimbulkan kemarahan masyarakat.
“Puncaknya sore hari. Saat itu waktu penundaan akan habis. Lalu rombongan dari paslon nomor 3 datang mendobrak Kantor KPUD dan merampas semua dokumen serta komisioner KPUD dibawa kabur. Masyarakat pun menjadi marah saat itu,” tambah Thomas.