JAKARTA, SUARADEWAN.com – Keberadaan angkutan berbasis online yang beroperasi di kota-kota besar dalam beberapa tahun terakhir masih menuai pro-kontra terutama terkait dengan penerapan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yang membuat persaingan antara angkutan konvensional dengan angkutan daring menjadi tidak seimbang
Selisih tarif yang cukup tinggi antara transportasi konvensional dengan angkutan online membuat angkutan konvensional kehilangan pelanggangnya. Aturan tersebut mengakibatkan persaingan ini dianggap tidak adil sehingga kerap menjadi pemicu bentrok antara keduanya seperti yang terjadi di Bogor, Bandung, dan Tangerang beberapa waktu lalu.
“Tapi setidaknya adanya satu persaingan sehat antara transportasi regional ataupun trasportasi online. Karena tarif murah melakukan promo terus mengakibatkan kompetitornya mati. Ini tidak dapat dibenarnyakan,” terang Divisi Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi.
Para supir angkutan konvensional seperti Metromini, taksi dan ojek pangkalan kerap melakukan protes keras akibat pemberlakuan aturan yang diskriminatif. Konflik di antara dua jenis moda transportasi darat tersebut memang sering terjadi. Sejak keberadaan angkutan berbasis aplikasi, keributan semacam ini hampir selalu terjadi di kota-kota besar di Indonesia.
Di Bogor, sejumlah supir angkot melakukan aksi mogok beroperasi yang kemudian berujung pada aksi sweeping tejadi terhadap ojek online.
“Kita (angkot) sudah ketinggalan jauh. Taksi saja kalah bersaing, apalagi angkot, mau diapakan juga tetap kalah bersaing,” ujar Ketua Organda Kabupaten Bogor bernama Gunawan.
Begitu juga yang terjadi di Kota Tengerang, bentrok antara supir angkot dan driver ojek online pecah. Akibatnya sejumlah korban berjatuhan di antara kedua belah pihak.
Tahun lalu, ribuan supir taksi, bajaj, dan angkutan umum demonstrasi di depan Balai Kota, Jakarta. Mereka protes karena merasa mata pencahariannya dirampas dengan keberadaan transportasi berbasis online. Mereka mendesak pemerintah melarang keberadaan moda transportasi tersebut beraktivitas.
Revisi PM Sebagai Solusi
Guna mengantisipasi gesekan yang kerap terjadi di antara penyedia jasa angkutan darat, Pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang transportasi online. Regulasi ini termuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 dan rencananya akan mulai diberlakukan pada 1 April 2017 mendatang.
“Pemberlakuan tetap 1 April tetapi butir-butirnya kita kasih toleransi. Makanya kita menyampaikan pada pemda, kepada kapolda jangan langsung melakukan penegakan hukum karena butuh waktu,” terang Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Menhub berharap peraturan dan revisi peraturan bisa meningkatkan kualitas pelayanan dan pembaharuan armada penyedia layanan transportasi, baik online dan konvensional.
Selama ini transpotasi online seperti ojek online, taksi Uber dan Grab banyak memberikan kemudahan dalam bertransportasi. Sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih model transportasi daring dibanding konvensional dengan alasan efisiensi, ekonomis dan fraktis.
Salah satu point penting dalam PM tersebut adalah pemberlakuan tarif atas-bawah bagi angkutan online. Peraturan tersebut akan menyeimbangkan tarif angkutan di antara kedua jenis angkutan massa
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto mengatakan, penetapan tarif tersebut akan diberlakukan secara berbeda di setiap wilayah dengan mengcau ketentuan pemerintah daerah masing-masing. Namun pemerintah pusat akan tetap memberikan pengawalan dan berperan sebagai pengambil keputusan akhir.
Kapolri Tito Karnavian menjelaskan penetapan tarif secara berbeda di tiap-tiap daerah untuk mengakomodasi karakteristik wilayah di Indonesia yang berbeda-beda seperti kondisi jalan, luas wilayah dan lain-lain.
“Prinsipnya tadi disepakati juga bahwa masing-masing wilayah kan beda-beda, nanti akan dibicarakan dengan stakeholder terkait baik dengan online dan konvensional sehingga ada kesepakatan tarif atas bawah di wilayah masing-masing kemudian baru diusulkan kepada pusat,” ungkap Kapolri.
Menurut sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno, revisi PM tersebut akan menjadi solusi terbaik guna menciptakan persaingan yang lebih adil sehinga gejolak konflik yang selama ini kerap terjadi bisa diredam.
“Karena memang ada tarif batas bawah dan batas atas, dan ini akan menjadi persaingan fair,” katanya.
Sementara itu anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Alvin Lie berharap peraturan ini bisa diterima tak hanya oleh pelaku transportasi online saja, melainkan juga pelaku transportasi konvensional.
“Nanti kalau memang perlu ada perbaikan-perbaikan, itu kan bisa dibicarakan. Tapi jangan belum apa-apa, sudah menolak dulu,” pungkasnya.
Penolakan
Namun revisi peraturan menteri tersebut mendapat penolakan dari tiga perusahaan aplikasi, Uber, Grab Indonesia, dan Go-Jek Indonesia. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada 17 Ma ret 2017 lalu, ketiga perusahaan tersebut meminta pemerintah untuk menunda penerapannya selama 9 bulan.
Adapun point yang mereka tolak adalah, Pertama, penetapan tarif atas dan tarif bawah. Kedua, pembatasan kuota kendaraan akan mengakibatkan pengguna kesulitan untuk mengakses layanan. Ketiga, kewajiban usulan perubahan STNK dari perorangan menjadi atas nama badan hukum (PT atau koperasi).
“Kami menilai penentuan batas biaya angkutan sewa khusus yang direncanakan akan ditetapkan oleh Gubernur sesuai wilayah ketersediaan layanan tidak sesuai dengan semangat untuk menghadirkan kesepadanan harga tersebut,” bunyi pernyataan bersama tersebut.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyarankan Pemerintah agar meningkatkan sosialisasi terkait dengan aturan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait di dalamnya.
“Kalau ada aturan itu kan pihak terkait diajak bicara, maunya seperti apa. Paling tidak ada perwakilan dari ojek tradisionalnya, kemudian ini diambil satu keputusan yang menjadi sebuah kebijakan,” ungkapnya. (DD)