JAKARTA, SUARADEWAN.com – Belakangan ini publik dihebohkan dengan peristiwa pembakaran bendera HTI oleh anggota Banser dalam perayaan Hari Santri Nasional 2018 di Garut, Jawa Barat pada 22 Oktober 2018.
Peristiwa ini menjadi heboh karena dipelintir menjadi pembakaran bendera Tauhid oleh pihak-pihak tertentu sehingga menimbulkan reaksi keras dari sebagian umat Islam hingga turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi karena pembakaran dianggap sebagai penistaan agama.
Namun, kelompok yang mengklaim diri sebagai pembela kalimat Tauhid ini justru dianggap tidak menghargai bahkan melecehkan kalimat Tauhid itu sendiri.
Hal ini karena berdasarkan foto-foto dan video yang beredar di sosial media saat Aksi Bela Tauhid pada Jumat, (26/10/2018), justru bendera bertuliskan kalimat Tauhid tidak ditempatkan di tempat yang semestinya.
Bahkan, beredar sebuah video yang merekam adanya bendera yang mereka klaim sebagai bendera Tauhid yang dibela justru dijadikan sebagai alas duduk. Kejadian ini sampai membuat polisi yang berjaga marah besar dan menangis karena merasa kalimat Tauhid telah dilecehkan oleh demonstran.
Namun, video tersebut tidak diketahui kejadiannya di mana dan siapa polisi yang marah-marah karena tak terima kalimat Tauhid itu dijadikan alas duduk. Dengan suara bergetar, sang polisi memanggil massa yang menduduki bendera bertuliskan kalimat Tauhid itu. Ia mengatakan dirinya sakit hati melihat lafadz Allah diduduki.
“Astaghfirullahal ‘Adzim. Saya sakit kok lafadz Allah dipakai duduk? Saya polisi melihat kalian duduk di lafadz Allah, saya nangis,” kata dengan suara menangis.
“Ini (lafadz Allah diduduki) penghinaan kepada Allah, bukan kejayaan,” imbuhnya. Sang polisi pun meminta massa untuk mengumpulkan bendera bertuliskan kalimat Tauhid itu agar tidak lagi dilecehkan.
“Tolong kumpulkan. Saya sebagai anggota Polri yang tidak terima Islam dipinggirkan,” ujarnya.