Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tinggal beberapa hari lagi. Secara politik, pasangan Anies-Sandi telah menghabisi siasat-siasat pasangan Ahok-Djarot. Sepertinya para jago siasat, tukang lipet dan ahli-ahli nujum sakti di kubu Ahok-Djarot sudah sesak nafas.
Politik jenis apapun yang dilakukan kubu Ahok-Djarot untuk memukul Anies-Sandi bukan lagi tidak mempan, melainkan malah memukul balik kubu Ahok-Djarot hingga mengakibatkan hilang keseimbangan (selalu hampir KO).
Mulai dari kampanye hitam, kriminalisasi, fitnah, politik uang, intervensi hukum, penggelumbungan suara hingga intimidasi di lapangan selalu menghasilkan pukulan bunuh diri bagi pasangan Ahok-Djarot.
Kita lihat contoh yang baru saja ramai di masyarakat soal spanduk kampanye Anies-Sandi yang difitnah ingin wujudkan perda syariah di Jakarta.
Ternyata pihak Ahok-Djarot kelabakan saat Anies malah menantang Polisi untuk dicek melalui CCTV. Pihak Ahok-Djarot seperti takut terbongkar siasatnya sebagai pihak yang memasang spanduk tersebut.
Begitu banyak manuver kubu Ahok-Djarot yang mental memukul balik mereka. Namun di pilkada yang sebentar lagi, kita harus tetap berpikir keras, cermat dan tidak meremehkan kubu Ahok-Djarot yang menjadi lawan kita.
Karena ada satu institusi yang seolah-oleh seperti sayap politik Ahok-Djarot, yaitu Polisi. Ini bukan menuduh ya, tapi suatu kecurigaan yang terindikasi berdasarkan kasus-kasus politik dengan polisi selama ini. Contohnya kriminalisasi dan makarisasi ulama dan aktivis.
Polisi ini kelebihannya adalah punya pistol. Sementara kubu Anies-Sandi didukung massa rakyat.
Jadi pertarungan pilkada putaran kedua ibarat pertarungan politik massa vs politik pistol.
Ini yang harus kita atasi, bagaimana pada hari H, menghambat kubu Ahok-Djarot untuk tidak memprovokasi memancing keributan sehingga ada alasan polisi menciduk para penjaga TPS-TPS kubu Anies-Sandi. Karena dalam waktu cepat, keributan atau kekacauan yang mereka ciptakan dapat digunakan untuk memasukkan suara pemilih Ahok-Djarot.
Atau yang sering dilakukan di pilkada-pilkada, ketika petahana mulai mencium bau kekalahan, maka beberapa TPS dibakar agar tidak terjadi pemilihan. Ini seringkali terjadi, supaya diadakan pemilihan suara ulang.
Kekuatan di TPS-TPS, Anies-Sandi jelas menggunakan kekuatan massa untuk menjaga 13.000 lebih TPS. Tapi kita harus hati-hati, karena menghadapi kekuatan pistol dari polisi yang bisa merepresi kekuatan massa Anies-Sandi. Ini bentuk politik tidak fair, karena kekuasaan jelas sekali berpihak pada Ahok-Djarot. Kita harus pikirkan atasi masalah ini bersama-sama.
Inilah kemungkinan yang akan terjadi pada hari H. Tapi kita harus yakin, semua akan bisa kita atasi, meski pihak lawan gunakan cara apapun termasuk politik pistol. Bahwa Allah SWT bersama kita.
Yudi Syamhudi Suyuti
(Aktivis Pergerakan)