SUARADEWAN.com – Pada Sabtu, 29 Oktober 2022 lalu, bertempat di Gedung Nusantara IV Kompleks DPR/MPR dilaksanakan penganugerahan kepada para santri terbaik oleh MPR RI yang bekerja sama dengan Islam Nusantara Center dan Majelis Pesona. Hal ini dilaksanakan dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional yang telah ditetapkan pemerintah sejak tahun 2015.
Penganugerahan meliputi bidang seni dan budaya, pendidikan, wirausaha, kepemimpinan pemerintahan tingkat provinsi dan nasional, pesantren salaf inspiratif, pesantren modern inspiratif, pesantren takhasus inspiratif, dan pesantren enterpreneur inspiratif.
Pemberian penghargaan ini dimaksudkan, selain untuk lebih mengenal tokoh santri dan ulama yang berjasa, juga memberikan semangat dan teladan bagi generasi muda. Moch Aly Taufiq menuturkan pentingnya posisi santri dan ulama: “Para ulama dan santri mempunyai andil besar dalam upaya pengusiran penjajah dan pembangunan bangsa Indonesia, namun banyak masyarakat yang belum mengetahui. Maka penganugerahan ini dimaksudkan agar seluruh bangsa tidak melupakan peran santri dan ulama.”
Peraih penghargaan sebagai santri terbaik “Santri of the Year 2022” di bidang seni dan budaya diberikan pada Raedu Basha, seorang sastrawan dan antropolog asal Sumenep, Madura, kelahiran 3 Juni 1988. Beliau menulis puisi, cerita pendek, esai, dan etnografi. Banyak penghargaan yang telah diraihnya, antara lain Nusantara Academic Award 2019 untuk tesisnya, dan Anugerah Sutasoma 2020. Ia juga termasuk salah satu Sastrawan Muda yang terpilih menghadiri Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2015.
Dalam status instagramnya pada (3/11) Raedu Basha mengutarakan bahwa hadiah dan penghargaan tersebut ia berikan kepada seluruh santri di Indonesia. Ia juga menjelaskan makna sastra pesantren, genre yang ia usung dalam karya-karyanya, yang sesungguhnya telah berkembang sejak pesantren ada sebagai tempat untuk belajar agama, bahasa, dan berbagai keilmuan:
“Sastra pesantren adalah khazanah yang dilakukan oleh ulama pesantren dan santri berbentuk lisan maupun tulisan, bernilai teologis secara eksplisit maupun implisit yang dipahami pesantren dalam rangka menyuarakan kebaikan dalam hidup, dalam bingkai kearifan budaya, kemanusiaan, keagamaan, dan kebangsaan.”***