JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pelantikan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menimbulkan sejumlah perdebatan. Oesman resmi dilantik Mahkamah Agung sebagai Ketua DPD untuk sisa masa jabatan periode 2014–2019, Selasa (4/4) malam. Dia langsung dilantik oleh Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Suwardi.
Sejumlah pihak menilai pelantikan Oesman ilegal karena telah melanggar putusan uji materi tata tertib DPD 1/2017 yang membatalkan aturan mengenai masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun.
MA berpendapat, masa jabatan pimpinan DPD seharusnya sama dengan DPR dan MPR yakni selama lima tahun. Jika merujuk pada aturan tersebut, Ketua DPD mestinya dijabat oleh Muhammad Saleh yang menggantikan Irman Gusman pada Oktober 2016.
Namun pada praktiknya, lembaga peradilan tertinggi itu tetap melantik Oesman. Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari MA ihwal pelantikan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, pihak MA tidak merespons permintaan klarifikasi dari suaradewan.com.
Pihak yang mendukung Oesman menganggap, pemilihan Ketua DPD yang baru harus tetap dilakukan. Mereka menilai putusan MA tak lantas menggugurkan masa jabatan ketua yang habis masa jabatan pada 31 Maret 2017.
Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar menilai, MA telah melanggar putusannya sendiri. Meski punya kewajiban untuk melantik, kata Zainal, tak berarti MA harus mengabaikan putusan yang telah dikeluarkan.
“MA sebenarnya menjilat ludah sendiri. Kewajiban melantik dengan putusan uji materi itu adalah dua hal yang berbeda. Ketika MA melantik tapi di saat yang sama MA bilang ada yang salah, itu akan jadi pertanyaan besar. Bahaya kalau kemudian hanya karena alasan kewajiban kemudian tetap melantik,” ujar Zainal kepada suaradewan.com.
Zainal khawatir sikap mendua MA bakal membuat publik apatis dengan proses penegakan hukum. Terlebih ketentuan tersebut dilanggar oleh pihak yang membuat putusan itu sendiri.
Sebagai lembaga peradilan tertinggi, kata Zainal, MA mestinya melaksanakan ketentuan yang diputuskan sendiri.
Putusan MA tentang masa jabatan juga sempat dipertanyakan sejumlah pihak di DPD karena terdapat kesalahan penulisan.
Di antaranya adalah kesalahan penyebutan berupa ‘Dewan Perwakilan Rakyat Daerah’ bukan ‘Dewan Perwakilan Daerah’ serta pada objek putusan yang seharusnya ‘Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017’ tetapi yang tertulis ‘Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017’.
Meski demikian, Zainal mengatakan, selama kesalahan penulisan itu tak bersifat substansial hal itu masih bisa dimaklumi.
Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA Witanto sebelumnya juga menegaskan bahwa putusan MA tetap berlaku mengikat meski terdapat sejumlah kesalahan penulisan. Menurutnya, kesalahan penulisan terjadi karena beban kerja penyelesaian perkara di MA yang terlalu tinggi.
Zainal menyebut putusan yang mengikat itu seharusnya tetap dipatuhi oleh MA. Ia pun melihat kejanggalan pada proses pelantikan yang dilakukan oleh Wakil Ketua MA.
Dari informasi yang dihimpun, Ketua MA Hatta Ali tak bisa melantik langsung lantaran tengah menjalankan ibadah umrah. Sekalipun pelantikan itu dilakukan atas mandat Ketua MA, kata dia, hal itu patut dipertanyakan karena MA terkesan mengangkangi putusannya sendiri.
Terlepas dari perdebatan itu, sejak awal Zainal menilai ketentuan mengenai masa jabatan 2,5 tahun bagi Ketua DPD memang telah menyalahi aturan. Sebab, dalam sejumlah ketentuan tak ada yang mengatur mengenai masa jabatan 2,5 tahun bagi pimpinan lembaga lain.
“Harusnya jabatan balik lagi ke Pak Saleh karena sudah terpilih secara paripurna. Kelirunya adalah saat itu masih pakai tata tertib yang 2,5 tahun masa jabatan, tapi kan MA kemudian membatalkan,” katanya.
Zainal berkata, tak menutup kemungkinan MA akan digugat terkait pelantikan tersebut. Dalam UU 30/2014 yang menjelaskan tentang perbuatan penguasa yang melanggar hukum. Ketentuan itu mengikat bagi siapa saja, termasuk pada para hakim yang memutuskan mengenai aturan tersebut.
“Sangat mungkin nanti MA digugat karena melakukan tindakan yang menyalahi putusan. MA sudah melangkah ke arah yang keliru dan akan sulit untuk menarik lagi ke tengah karena akan semakin keliru,” tuturnya. (ET)