YOGYAKARTA, SUARADEWAN.com – Sehubungan dengan diadakannya pertemuan antara Tim 7 GNPF-MUI yang dipimpin oleh Bachtiar Nasir dengan Presiden Jokowi pada acara open house di Istana Negara, Minggu (25/6/2017), Presedium Alumni 212 memberikan tanggapannya.
Pertama, mereka memahmi dengan baik inisiatif GNPF-MUI untuk bersilaturahim dengan Presiden Jokowi selama pertemuan tersebut diniatkan sebagai pra-rekonsiliasi atau pra-dialog nasional antara para ulama, aktivis-aktivis dan tokoh-tokoh bangsa dengan pemerintah.
“Ini untuk menyelamatkan bangsa dari kegaduhan-kegaduhan yang terus-menerus yang dapat berujung kepada perpecahan, kerusuhan, konflik horizontal dan disintegrasi bangsa yang bisa mengancam keutuhan NKRI,” jelasnya dalam keterangan tertulis di Yogyakarta, Selasa (27/6/2017).
Selanjutnya, mereka juga menyambut baik inisiatif pertemuan tersebut jika dimaksudkan untuk menyelamatkan dan membebaskan semua ulama, aktivis-aktivis dan ormas Islam yang dikriminalisasi oleh rezim penguasa saat ini.
“Bukan sekadar menyelamatkan beberapa gelintir orang-orang tertentu saja,” ingatnya.
Di samping itu, mereka juga menyambut baik pertemuan tersebut selama dilakukan untuk kepentingan umat Islam yang lebih luas, bukan untuk kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu.
Meski demikian, Presidium Alumni 212 tetap kepada pendiriannya semula bahwa rekonsiliasi atau dialog nasional antar anak bangsa hanya bisa dilakukan dengan syarat-syara tertentu. Adapun syarat-syarat yang dimaksud, di antaranya semua komponen anak bangsa harus dilibatkan dan diundang dalam rekonsiliasi atau dialog nasional ini.
“seperti ulama-ulama, aktivis-aktivis, tokoh-tokoh nasional dan purnawirawan TNI yang semuanya mempunyai kedudukan yang setara dengan pemerintah dalam menyelamatkan bangsa dari kehancuran dan perpecahan,” tegasnya.
Pertemuan juga harus dilakukan di tempat yang netral (tidak di Istana Negara) dan bersifat terbuka (diliput dan disiarkan media).
“Sehingga umat dan rakyat tahu apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut, sehingga tidak ada deal-deal di belakang layar yang terjadi dalam pertemuan tersebut, tidak ada dusta di antara kita,” harapnya.
Baik sebelum ataupun setelah pertemuan untuk rekonsiliasi tersebut, tambah Presidium Alumni 212, harus sudah ada kepastian bahwa para ulama, aktivis-aktivis dan ormas Islam yang dikriminalisasi akan dibebaskan tanpa syarat dari segala macam tuduhan dan sangkaan yang dialamatkan kepada mereka.
“Adapun agenda pertemuan adalah membahas masalah-masalah penghentian diskriminasi hukum dan diskriminasi ekonomi yang hanya berpihak pada kelompok-kelompok tertentu, meredam bangkitnya komunisme serta penuntasan korupsi besar seperti BLBI, Sumber Waras, Reklamasi, dan lain-lain,” tambahnya.
Jika 4 syarat di atas tidak terpenuhi, menurutnya, tidak akan ada gunanya rekonsiliasi melainkan solusi yang paling tepat untuk menyelamatkan bangsa dari kehancuran, perpecahan dan konflik horizontal hanya bisa diselesaikan dengan 2 cara.
“REVOLUSI KONTITUSIONAL Melalui jalur Komnas HAM & DPR RI, tegasnya.
Atau jika cara ini mentok, maka PEOPLE POWER sebagai solusi akhir di mana yang semuanya tetap dilakukan dengan cara DAMAI, AMAN & KONSTITUSIONAL.
Demikian tanggapan Presidium Alumni 212 atas pertemuan GNPF-MUI dengan Presiden dan jajarannya. Ditandatangani di Yogyakarta oleh Ketua Umum Presidium Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo dan Sekretaris Jenderal Hasri Harap, serta diketahui oleh Ketua Penasehat Amien Rais. (ms)