JAKARTA, SUARADEWAN.com — Arab Saudi pimpinan Raja Salman mengakhiri bentuk hukuman cambuk. Hal ini sesuai dengan sebuah dokumen dari pengadilan tinggi kerajaan yang dilihat oleh Reuters pada Jumat (24/4/2020).
Keputusan oleh Komisi Umum untuk Mahkamah Agung yang diambil bulan ini menyatakan hukuman cambuk digantikan oleh hukuman penjara atau denda, atau gabungan dari keduanya.
Pencambukan telah diterapkan untuk menghukum berbagai kejahatan di Saudi. Tanpa sistem hukum yang dikodifikasikan dengan teks-teks yang membentuk syariah atau hukum Islam, hakim individu memiliki keleluasaan untuk menafsirkan teks-teks agama dan menghasilkan penafsiran mereka sendiri.
Bentuk-bentuk lain dari hukuman fisik, seperti potong tangan untuk pencurian atau pemenggalan kepala untuk pembunuhan dan pelanggaran terorisme belum dilarang.
Berbeda dengan Saudi, Kerajaan Brunei Darussalam dibawah pimpinan Sultan Hassanal Bolkiah malah menerapkan hukuman cambuk dan rajam hingga mati terhadap kaum homoseksual sejak awal April lalu. Melalui pernyataan resmi dari kantor perdana menteri, pemberlakuan hukum syariah Islam itu disebut punya tujuan tertentu.
“Hukum (syariah), selain mempidanakan dan mencegah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, juga bertujuan mengedukasi, menghormati, dan melindungi hak sah semua individu, masyarakat, atau kebangsaan, agama, dan ras,” sebut pernyataan itu sebagaimana dikutip Reuters.
Hukum syariah Islam di Brunei pertama kali diterapkan pada 2014 dan semenjak itu diberlakukan secara bertahap.
Tahap pertama dan kedua mencakup hukuman penjara atau denda untuk pelanggaran-pelanggaran, seperti tidak menunaikan salat Jumat dan hamil di luar nikah.
Tahap ketiga yang dilaksanakan pada 3 April memuat hukuman yang lebih berat, antara lain hukuman mati dengan cara rajam untuk tindak pidana sodomi dan perzinaan.
Kemudian pencuri akan dihukum dengan cara dipotong tangan untuk tindak kejahatan pertama, dan dipotong salah satu kaki untuk kejahatan kedua. (wip)