JAKARTA, SUARADEWAN.com – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dinilai sengaja ingin memancing kegaduhan dan menurunkan elektabilitas Presiden Jokowi dengan membawa-bawa Presiden dalam dugaan kasus penyadapan komunikasi antara dirinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal tersebut disampaikan oleh anggota DPD RI sekaligus Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura, I Gede Pasek Suardika dalam tweetnya melalui akun @G_paseksuardika pada Rabu (1/2).
Menurut Gede Pasek yang juga merupakan Sekjen Pimnas Pergerakan Perhimpunan Indonesia (PPI) ini, tanggapan SBY atas persidangan kasus Ahok menunjukkan SBY sedang berusaha untuk menarik Jokowi dan membangun kesan bahwa Jokowi terlibat dalam persoalan tersebut sekaligus membangun citra bahwa SBY adalah pihak yang didzolimi. Padahal, urusan persidangan tidak ada hubungannya dengan Presiden.
Ia menilai SBY sudah berlebihan dengan curhatnya yang mengatakan ingin bertemu Presiden tapi dihalang-halangi, ingin blak-blakan, sampai menyinggung soal kejatuhan Presiden Amerika Nixon karena urusan sadapan yang dikenal dengan kasus Watergate. Apalagi SBY sampai meminta Presiden Jokowi untuk menjelaskan hal tersebut. Padahal sudah ada bukti yang jelas bahwa SBY memang melakukan komunikasi tersebut.
Karena itu, lanjut Gede Pasek, SBY sebaiknya menanggapi materi persidangan Ahok tersebut didalam persidangan saja, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bisa menghadirkan SBY. Supaya dalam persidangan tersebut bisa diuji siapa yang benar dan siapa yang keliru. Atau SBY bisa datang ke kantor polisi dan membuat laporan telah difitnah dengan membawa barang bukti.
Ia menyarankan SBY untuk bersikap proporsional saja dan jangan terus membidik posisi Presiden Jokowi atas isu apapun. Sebab Jokowi tidak pernah mengganggu ketika SBY menjadi Presiden. Ia berharap SBY bisa menjadi contoh warga negara yang baik dan tidak berputar-putar membangun opini.
Pasek mengaku terpaksa memberikan tanggapan atas hal tersebut karena kasihan pada rakyat yang melihat kebiasaan mendramatisir sesuatu dan selalu berperan sebagai pihak yang terdzalimi.
Sebelumnya, pada persidangan terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementrian Pertanian, Selasa (31/1/2017), kuasa hukum Ahok Humprey Djemat menanyai Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amin apakah ia menerima telepon dari SBY yang mendesak agar MUI mengeluarkan fatwa (penistaan agama) terhadap Ahok.
Merasa terganggu dengan hal tersebut SBY kemudian melakukan konperensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Wisma Proklamasi Jakarta, Rabu (01/02/2017).
Dalam keterangannya, SBY menyampaikan jika dirinya yang mantan Presiden saja disadap, sangat mungkin hal yang sama juga terjadi dengan orang lain termasuk politisi lain.
“Kalau saya saja yang mantan presiden, yang mendapat pengamanan dari paspampres disadap, bagaimana dengan saudara lain, politisi lain, sangat mungkin mereka mengalami nasib sama dengan saya,” ujar SBY. (zh)