SUARADEWAN.com – Tugu Monas atau Monumen Nasional adalah tugu peringatan dan ikon arsitektural Kota Jakarta yang terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta.
Pembangunan Tugu Monas pada awalnya adalah gagasan seorang warga Jakarta, Sarwoko Martokoesoemo, untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Ide ini muncul pasca kembalinya ibu kota Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta (1950). Hal ini terungkap dari pernyataan Mantan Wali Kota Jakarta Sudiro (1953-1960) di harian Kompas tanggal 18 Agustus 1971.
Baca Juga: Inilah Filosofi Dibalik Arsitektur Gedung DPR dan Monumen Nasional
Keinginan tersebut kemudian mendapat perhatian dari negara. Pemerintah kemudian mengadakan sayembara pada tahun 1955 dan 1960 untuk menemukan rancangan yang sesuai dengan karakter nasional dan dapat bertahan lama.
Friedrich Silaban adalah satu-satunya yang terpilih untuk mengemukakan rancangannya di depan Presiden. Namun Presiden kemudian mengatakan keinginannya untuk memasukkan unsur lingga dan yoni dalam rancangan monumen. Presiden Soekarno juga ingin membuat monumen yang setara nilainya dengan Menara Eiffel di Paris, Perancis, dengan tidak meninggalkan karakter nasional Indonesia.
Friedrich kemudian membuat rancangan yang dimaksud. Dan Presiden meminta arsitek Soedarsono untuk melanjutkan dan membuat rancangan tersebut agar lebih sesuai dengan keinginannya. Soedarsono kemudian memasukkan unsur-unsur 17, 8, dan 45. Friedrich Silaban dan Soedarsono kemudian bekerja sama sebagai arsitektur pembangunan Tugu Monas.
Proses pembangunan Tugu Monas terbagi menjadi 3 periode. Pertama tahun 1961-1965. Ir. Soekarno meresmikan pembangunannya pada 17 Agustus 1961 dengan menancapkan beton pertama dalam acara seremonial. Di tahap ini pondasi selesai dibangun, juga dinding museum bagian bawah dan obelisk.
Pembangunan kedua terlaksana tahun 1966-1968. Dan tahap ketiga pada tahun 1969-1976 berhasil menambahkan diorama pada ruang museum di bagian bawah Tugu Monas.
Monumen ini terbuka secara resmi pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto. Sejak itu banyak masyarakat memanfaatkan Tugu Monas untuk mengenang jasa pahlawan, edukasi, dan berjalan-jalan saat hari libur.
Bagian-bagian Tugu Monas meliputi Ruang Museum, Ruang Kemerdekaan, Relief Sejarah Indonesia, Pelataran Puncak, dan Lidah Api Kemerdekaan.
Ruang Museum merupakan ruang bawah tanah dan paling dasar dari Tugu Monas. Tingginya 3 meter, dan luasnya cukup untuk menampung 500 orang. Dalam ruangan ini terdapat 51 diorama dari sejarah purbakala hingga Orde Baru Negara Indonesia.
Ruang Kemerdekaan adalah amphiteater yang terletak di tengah cawan Tugu Monas. Di sini terdapat peta Indonesia berwarna emas, Garuda Pancasila dengan dominasi warna emas, dan Naskah Proklamasi. Sang Saka Merah Putih juga seharusnya berada di sini, tetapi karena kondisinya yang sudah terlalu rapuh, bendera pusaka buatan tangan Ibu Fatmawati tersebut di simpan di tempat lain yang lebih aman.
Relief sejarah Indonesia terdapat pada dinding taman yang mengelilingi Tugu Monas. Relief tersebut menceritakan perjalanan bangsa mulai dari zaman penjajahan Belanda hingga mencapai pembangunan yang modern.
Pelataran Puncak dapat dicapai dengan lift dalam 3 menit. Tingginya 115 meter dari permukaan halaman Tugu Monas. Luas Pelataran Puncak 11×11 meter persegi dan dapat menampung 50 orang. Dari Pelataran Puncak ini pengunjung dapat melihat tata kota Jakarta hingga pemandangan jauh ke Gunung Salak.
Lidah Api merupakan bagian paling tinggi Tugu Monas dan sangat ikonik. Berbahan inti perunggu seberat 14,5 ton dan setinggi 14 meter. Lidah Api bergaris tengah 6 meter ini berlapis emas seberat 50 kilogram.
Respon (1)