
JAKARTA, SUARADEWAN.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mampu mengungkap secara tuntas kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
Pasalnya kerugian negara akibat korupsi ini jumlahnya tidak main-main, yakni senilai Rp 2,3 triliun.
“Harusnya dibongkar tuntas, kalau enggak republik ini mau jadi apa, masa setiap ada proyek langsung jadi bancakan gitu, tidak ada perbaikan-perbaikan dari dulu,” sebut Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)Yunus Husein di Jakarta, Senin (13/3/17).
Pemerintah menganggarkan dana sebesar hampir Rp 6 triliun untuk proyek e-KTP. Besarnya dana anggaran tersebut, menurut Yunus memicu pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut untuk korupsi.
“Duit sebesar itu banyak orang yang ngiler ya, apalagi katakan lah mereka-mereka mempunyai kepentingan-kepentingan ya seperti untuk cari materi, untuk kepentingan dia, politik dia, bisa jadi ini dimanfaatkan,” imbuh Yunus.
Dalam dakwaan perkara yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, mega korupsi melibatkan sejumlah nama dari tiga sektor, yakni dari kalangan legislatif, eksekutif, dan pihak swasta.
Menurut Yunus, nama-nama yang sudah disebut JPU dalam surat dakwaan pada persidangan pertama, Kamis (9/3/17) lalu berpotensi jadi tersangka.
“Harusnya setiap orang yang disebut (dalam dakwaan) itu bisa menjadi tersangka dalam proses penyidikan. Yang penting ada dua bukti permulaan yang cukup seperti sesuai dengan Undang-undang KPK pasal 44,” terangnya
Sejumlah nama diduga menerima aliran dana hasil korupsi e-KTP, mulai dari anggota DPR saat itu, Menteri Dalam Negeri, dan sejumlah korporasi.
KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus korups e-KTP, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atas nama Irman. (DD)