SUARADEWAN.com — Standar kecantikan selama ini kerap diukur dari wajah yang cerah, kulit yang mulus, tubuh yang langsing, bibir yang merah, hidung mancung sampai pipi yang tirus. Tetapi tidak dengan Suku Dayak di Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Mereka memiliki standar kecantikannya sendiri yaitu bertelinga panjang.
Ya, semakin panjang telinga seorang wanita Dayak, maka ia akan semakin cantik. Cuping telinga berhias anting, berwarna perak, berbentuk huruf O, polos dan besar. Anting khas Suku Dayak inidisebut hisang. Tak hanya 1 atau 2 saja, jumlah hisang di telinga wanita sesuai dengan usia mereka.
Jika berusia 70 tahun, maka ada 70 anting perak yang menggantung di telinganya. Setiap satu tahun sekali, para wanita suku Dayak ini memang menambahkan anting di telinganya.
Tradisi menindik telinga bagi para wanita suku ini sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang. Mereka mulai melakukan penindikan saat masih bayi. Tradisi ini dinamakan Telingaan Aruu.
Mulanya, cuping dipasang sebilah bambu yang nantinya membuat lubang telinga kian lama semakin membesar. Baru saat remaja, lubang yang mulai membesar itu digantungi anting-anting berbahan tembaga atau yang disebut hisang.
Hisang ditambahkan dengan maksud menambah berat beban di lubang cuping. Tak heran, terkadang telinganya memanjang hingga ke leher. Telinga panjang inilah yang membuat para wanita suku Dayak merasa cantik seutuhnya.
Telinga panjang bagi suku yang berada di Kalimantan ini sebagai lambang bahwa mereka adalah keturunan bangsawan. Strata sosial mereka akan semakin terangkat seiring banyaknyadan panjangnya telinga mereka. Telinga panjang ini juga menandakan buah kesabaran, dan ketahanan akan penderitaan rasa sakit bagi kaum hawa di Suku Dayak Bahau.
Suku Dayak Bahau yang berada di Sepanjang Sungai Mahakam ini menggunakan anting logam berwarna perak. Meski sudah digunakan bertahun-tahun namun anting yang terbuat dari tembaga ini tidak berkarat.
Meski jumlahnya banyak, hisang yang bertengger di telinga tak mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Mereka seolah tak merasa keberatan dengan puluhan hisang di telinganya. Bunyi hisang yang bertabrakan selalu menemani langkah kaki para wanita Suku Dayak Bahau.
Kendati demikian, tidak semua sub suku Dayak di Pulau Kalimantan punya tradisi ini. Hanya beberapa kelompok saja yang mengenal budaya telinga panjang di wilayah pedalaman, seperti masyarakat Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Kayaan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.
Menjadi tradisi unik di dunia, kini hanya sekitar tak lebih dari 100 wanita Dayak yang memiliki cuping panjang. Beberapa orang lanjut usia saja yang masih mau mempertahankan tradisi budaya ini. Dianggap ketinggalan zaman, banyak dari mereka yang memilih anting normal seperti wanita pada umumnya.
Bahkan, beberapa perempuan Dayak yang telah memanjangkan telinganya sengaja memotong bagian bawah daun telinganya. Dari waktu ke waktu, kini nyaris tak ada yang ingin memanjangkan cuping telinga. Melestarikan budaya seperti para leluhur mereka. sumber asli: merdeka.com