JAKARTA, SUARADEWAN.com — Persepsi publik terhadap lembaga legislatif ternyata belum membaik. Kendati menunjukkan peningkatan kinerja, DPR masih dipersepsikan buruk oleh sebagian besar masyarakat.
Persepsi itu tercermin dalam survei Charta Politika Indonesia. Bertajuk ‘DPR Terima Rapor’, survei menyoroti sejumlah aspek pada lembaga legislatif tersebut.
Manajer Riset Charta Politika Muslimin Tanja menuturkan, 29,8 persen responden menilai kinerja DPR secara umum masih buruk. Sementara masyarakat yang menilai baik sebesar 27,5 persen.
“Ternyata penilaian publik terhadap DPR masih banyak negatifnya. Walaupun undecided (responden tak/belum menentukan pilihan)-nya masih 20 persen, artinya tidak mayoritas lagi. Kalau dulu yang menilai buruk bisa 50 persen terutama pada masa Setya Novanto sebagai ketua DPR,” ujarnya saat merilis hasil survei di Jakarta, Selasa, (28/8/2018).

Dia menjelaskan, posisi kepercayaan publik terhadap lembaga DPR dibanding dengan lembaga negara lainnya mengalami kenaikan satu tingkat. Sebelumnya, DPR selalu berada di dua urutan terbawah setelah partai politik.
“Kita bisa lihat peringkat pertama (lembaga dipercaya publik) masih TNI sebesar 73,5 persen, kemudian KPK 73, 4 persen, ketiga Presiden 68,5 persen, lalu Polri 50,4 persen. Nah baru di sini ada DPR sebesar 49,3 persen,” ujarnya. Di bawah DPR terdapat MA dengan tingkat kepercayaan sebesar 46,5 persen, setelah itu ada partai politik sebesar 32,5 persen.
Survei Charta Politika dilakukan dengan metode phone survey pada 23-26 Agustus di 8 kota besar di Indonesia. Sebanyak 800 orang dipilih secara acak untuk mengikuti survei ini. Adapun margin of error dari penelitian ini adalah kurang lebih 3,46 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam surveinya Charta juga menanyakan kepada responden mengenai fungsi DPR. Oleh sebagian besar masyarakat, lembaga ini identik dengan fungsi legislasi atau pembuat undang-undang sebesar 52,5 persen .
”Sementara yang tahu fungsi anggaran sebesar 20,8 persen dan pengawasan sebesar 17,5 persen,” ujarnya.
Menariknya, kendati publik lebih mengidentikkan DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang, namun di antara ketiga fungsi itu, pengawasan dianggap yang paling optimal dikerjakan DPR.
“DPR kan rajin mengkritik pemerintah. Mungkin ini kemudian yang dinilai publik, artinya ada fungsi check and balance dilakukan oleh beberapa anggota Dewan,” ujarnya. (in)