Profil  

Susi Pudjiastuti, Kartini Era Modern

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bisa dikatakan sebagai Kartini di era modern. Kesuksesannya selama berkarir, terutama di dunia di mana umumnya laki-laki mendominasi, membuatnya tepat jika dirinya dijuluki demikian.

Sepanjang sejarahnya, Susi jelas menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Awalnya ia banyak diragukan, terutama mengingat latar belakang pendidikannya yang hanya seorang lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Beruntung, Susi mampu meruntuhkan keraguan orang-orang terhadap dirinya itu. Lewat aksi-aksinya yang heroik, gebrakannya yang tanpa kompromi, Susi pun mendapat banyak apresiasi dan prestasi.

Terlihat dari sejak dirinya menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi terus konsisten memerangi tindak pencurian ikan di laut Indonesia. Sepanjang tahun 2016 saja, sudah ada 236 kapal asing pencuri ikan yang ditenggelamkan.

Ya, keberaniannya dalam memberantas upaya pencurian sumber daya alam Indonesia ini mengundang banyak kekaguman dari sejumlah kalangan. Susi banyak menginspirasi, dan bahkan dijadikan tokoh utama dalam komik di Jepang. Susi pun menjadi idola baru sebagai Kartini era modern.

Berhubung hari ini adalah peringatan Hari Kartini yang jatuh pada Kamis, 20 April 2017, Susi menyempatkan berbagi cerita kepada wartawan mengenai kisah dan pengalamannya sampai kemudian ia bertengger sebagai menteri perempuan pertama yang memimpin soal-soal kelautan dan perikanan Indonesia.

Lantas, apa kiranya yang mendasari Susi mengapa ia begitu berani memberantas pencurian ikan di wilayah laut Indonesia? Alasan yang diterangkan hanya satu, yakni demi menegakkan Undang-Undang.

“Sebagai seorang yang profesional, saya harus berani mengeksekusi Undang-Undang. Saya tidak taku untuk tegas, itu kan tugas saya, amanat Undang-Undang. Sebagai pejabat negara, ya amanah ini harus dijalankan. Undang-Undang melindungi saya,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (20/4/2017).

Susi mengaku tindakan tegasnya tersebut tidak ia lakukan dalam keadaan terpaksa, seperti keterpaksaan karena menjabat sebagai pengambil kebijakan. Karena baginya itu adalah amanah, maka mau tidak mau, sikap komitmen harus ditegakkan, bukan bentuk keterpaksaan.

“Itu profesionalisme, saya sign, saya terima sumpah saya sebagai seorang menteri, berarti saya mesti melaksanakan amanat Undang-Undang.

Jadi, bagi Susi, itu bukan karena terpaksa, bukan pula karena berani, tapi karena profesionalisme.

“Sebagai pejabat negara, ya amanat Undang-Undang mesti kita jalankan. Tidak boleh tidak, tidak ada choice, itu saja,” tegasnya.

Tentang pandangannya terhadap sektor kelautan dan perikanan Indonesia, Susi melihatnya sudah perbedaan jauh dari sebelum ia menjadi Menteri KKP sampai menjabat untuk menanganinya.

“Kalau dulu susah beli ikan dan mahal, sekarang sudah relatif mudah. Dulu Nilai Tukar Nelayan (NTN) cuma 104-106 persen, sekarang mencapai 110 persen,” tuturnya.

Susi juga mencontohkan bagaimana dulu di kampungnya, Pangandaraan, Maluku, ikan yang tidak pernah terlihat selama 17-20 tahun, sekarang kelihatan lagi. Ikan-ikan itu, seperti ikan teri, tuna, dan yellowfin.

“Sekarang kan yang tangkap sudah banyak. Yang beli dan mengolah harus ada. Salah satu yang paling maju di bidang pengolahan adalah Jepang. Mereka mau masuk tapi tidak di perikanan tangkap, tapi ke dalam industri pengolahannya. Perikanan tangkap, biar orang-orang Indonesia yang tangkap ikan,” tutur Susi kembali.

Ketika ditanya soal sikapnya dalam mengemban amanah sebagai Menteri KKP di mana ini merupakan dunia yang mayoritas dikerjakan kaum laki-laki, Susi menyatakan biasa-biasa saja. Bahwa dalam bekerja, Susi tak pernah berpikir tentang peran laki-laki atau perempuan.

“Saya enggak pernah merasa sendirian karena banyaknya laki-laki, enggak ada. Sama saja. Kalau orang lain bisa, ya bisa. Saya tidak pernah merasa keperempuanan saya itu handicap atau obstacle, biasa saja,” terangnya.

Susi sendiri tak pernah merasa terhalang meski sadar bahwa dirinya adalah seorang perempuan.

“Keperempuanan saya tidak pernah terasa oleh saya sebagai sesuai yang handicap, obstacle, ‘oh itu tidak bisa karena perempuan’. Harus dikerjakan, ya dikerjakan. Simple,” tegasnya kembali.

Adapun rencana Susi selaku Menteri KKP hingga dua tahun ke depan, prioritas kerjanya akan dialihkan ke pembangunan industri-industri kerakyatan serta bagaimana keberlanjutan dari sumber daya ikan itu tetap ada, terjaga, dan banyak.

“Saya ingin mengembangkan UMKM, industri kerakyatan, dan memberikan porsi masyarakat Indonesai untuk bisa menikmati hasil perikanan ini seperti pemain-pemain besar zaman dulu,” lanjut Susi.

“Yang kedua, memastikan keberlanjutan sumber daya ikan. Kalau sedikit tidak cukup untuk menghidupi banyak orang. Harus ada dan banyak. Maka kelestariannya mesti kita atur, penangkapannya,” imbuhnya.

Terakhir, Susi tak lupa memberikan saran kepada perempuan-perempuan Indonesia secara umum. Karena momentumnya adalah Hari Kartini, maka patut kiranya jika menekankan soal ini.

“Kita stop mempermasalahkan gender. Kerja, bergerak, berkarir, berprestasi tanpa mikir ‘saya perempuan’, ‘saya tidak boleh’, ‘saya tidak boleh itu’, ‘saya harus diistimewakan’. Stop itu. Jangan pikir gender itu handicap, persoalan,” tegas Susi.

Tentu, ke depan, kita berharap perempuan-perempuan Indonesia mampu berkiprah secara luas. Seperti pesan dari Menteri Susi, kerja dan bergerak, itulah kunci utama rakyat Indonesia dalam memberikan kontribusi riilnya bagi bangsa dan negara, kapan dan di manapun. (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90