JAKARTA, SUARADEWAN.com- Kepolisian RI Jend (Pol) Tito Karnavian mengatakan radikalisasi melalui dunia maya berpotensi membuat orang menjadi radikal. Oleh karena itu, patroli Internet atau cyber patrol harus diperketat untuk mencegah penyebaran paham radikal melalui dunia maya.
“Untuk menangani yang seperti ini, patroli deteksi Internet harus kuat,” ujar Tito.
Menurut Tito, jika ketahanan siber Indonesia kuat, situs-situs radikal yang banyak beredar di Internet tidak akan mudah diakses.
Kapolri mengatakan penguatan siber ini diperlukan, terutama untuk menangkal penyebaran radikalisme terhadap pelaku lone wolf (bergerak sendiri).
Berbeda dengan pelaku yang terhubung dengan jaringan terstruktur, kata Tito, pelaku lone wolfbergerak dengan caranya sendiri lewat panduan Internet. “Untuk menangani yang seperti ini, patroli deteksi Internet harus kuat,” ujarnya.
Ia menyebut dua kejadian terorisme yang terjadi pekan lalu dilakukan oleh pelaku lone wolf. Agus Wiguna, 22 tahun, perakit bom panci yang meledak di Buah Batu, Bandung, dan Ghilman Omar Harridhi, 20 tahun, pemasang bendera ISIS di depan Kepolisian Sektor Kebayoran Lama, sama-sama mengalami proses radikalisasi lewat Internet.
“Pelaku menjadi radikal melalui bacaan-bacaan di Internet dan beraksi seorang diri tanpa jaringan teroris,” ujarnya.
Para pelaku teror lone wolf ini, kata Tito, bisa juga disebut sebagai leaderless jihad. “Mereka berjihad tanpa penuntun. Mereka berjihad menurut versi sendiri,” ujarnya.
Mereka, kata Tito, mendapat pengetahuan soal paham radikal dan jihad lewat situs-situs radikal di Internet dan sampai akhirnya terinspirasi. Biasanya mereka sudah memiliki bibit untuk menjadi radikal. Contohnya memiliki masa lalu yang kelam.
Tito mencontohkan pelaku teror di Polsek Nagrek yang sebelumnya adalah preman dan sering minum-minuman keras. Dia merasa bersalah dan ingin menebus dosa, tapi dari situ dia mengenal paham radikal. (dd)