JAKARTA, SUARADEWAN.com – Salah seorang praktisi hukum Thomas Edison Rihimone menghimbau kepada Komisi Pemiliha Umum (KPU) DKI Jakarta untuk bersikap tegas dan tak perlu takut dalam mengatasi kampanye hitam bernuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA).
Menurut Thomas, jika hal ini dibiarkan, maka konflik semakin akan melebar hingga tak mungkin lagi bisa direda.
“Kampanye SARA ini bisa menjadi pemantik konflik. Ia akan semakin membesar kalau dibiarkan,” tegas Thomas di Jakarta, Kamis (16/3/2017).
Memang, akhir-akhir ini, suhu politik di Pilkada DKI Jakarta kian memanas. Tak hanya menggelar aksi dukung-mendukung kandidat, melainkan juga aksi serang antar kubu paslon, yang bahkan tak jarang berujung pada praktik kekerasan, baik fisik maupun psikologi.
Karenanya, bagi Thomas, KPU DKI tak boleh menutup mata. Masifnya kampanye hitam di Ibu Kota ini harus bisa diredam. Bahwa KPU DKI harus mampu menyikapinya secara tegas. Jika tidak, KPU DKI bisa saja dicurigai sebagai partisan Pilkada.
“Kalau KPU DKI Jakarta tidak mampu menertibkan politisasi SARA, maka mereka bisa meminta bantuan polisi atau TNI. Jangan dianggap remeh isu SARA ini. KPU DKI Jakarta tidak usah takut. Rakyat pasti mendukung kalau mereka benar-benar berlaku adil,” tambah Thomas mengingatkan.
Seperti diketahui, lanjut Ketua Forum Pemuda NTT ini, politisasi SARA di Jakarta akhir-akhir ini memang sudah sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi maupun proses politik di Indonesia sendiri. Untuk itu ia menghimbau kepada KPU DKI agar mampu menunjukkan taringnya sebagai lembaga penyelenggara Pilkada di DKI Jakarta yang adil dan kredibel.
“Kalau sampai isu SARA itu terus menjalar, saya kira ini kesalahan KPU DKI Jakarta. Saya meminta KPU DKI Jakarta untuk berbenah diri. Kalau mereka tidakmau berbenah diri, saya curiga mereka mempunyai agenda terselubung di Pilkada DKI ini” tambahnya.
Di samping itu, ia juga menghimbau kepada KPU DKI agar senantiasa menjaga pesta demokrasi rakyat. Sebab Pilkada DKI Jakarta merupakan etalase Indonesia yang juga merupakan cerminan demokrasi di Indoensia. Dengan kata lain, Pilkada DKI adalah eksperimen politik yang baik, sehingga wajib hukumnya diselenggarakan dengan baik pula.
“Damainya Jakarta, damainya Indonesia. Jangan karena Pilkada ini, anak bangsa terpecah belah. Jangan sampai NKRI menjadi taruhan dari proses politik di DKI Jakarta. Yang namanya perbedaan pandangan politik dan ideologi menjadi hak dan pilihan demokrasi seseorang. Tetapi perbedaan itu jangan sampai mengoyak rasa persaudaraan sesama anak bangsa. Sikap-sikap intoleran harus dihilangkan,” ujarnya kembali menegaskan. (ms)