Tok, Vonis Anas Urbaningrum Dipotong Dari 14 Tahun Menjadi 8 Tahun

mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum

JAKARTA, SUARADEWAN.com — Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi.

Di tingkat kasasi, Anas dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. Tidak terima, Anas mengajukan PK pada Juli 2018. Apa kata MA?

“Menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan,” kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, seperti dilansir detik.com, Rabu (30/9/2020).

Putusan PK ini diadili oleh Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial, hakim agung Sunarto. Adapun anggota majelis adalah Andi Samsan Nganro dan Prof M Askin. Vonis dijatuhkan pada Rabu (30/9) siang ini.

“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Anas Urbaningrum berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok,” ujar Andi.

Untuk uang pengganti tidak ada perubahan, yaitu Anas harus mengembalikan uang Rp 57 miliar dan USD 5,261 juta. Bila tidak mau membayar, asetnya disita. Bila tidak cukup, diganti 2 tahun kurungan.

Mantan Ketua Umum PB HMI itu tetap dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi. Lantas mengapa hukuman Anas dipotong? Berikut alasan MA menyunat hukuman Anas sebagaimana diterangkan jubir MA, Andi Samsan Nangro:

1. Uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

2. Dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.

3. Tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.

4. Tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.

5. Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.

6. Proses pencalonan sebagai Ketum PD tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat dalam rangka pencalonan Anas menjadi Ketua Umum. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.

7. Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.

8. Dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.

9. MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. (det)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90