JAKARTA, SUARADEWAN.com – Sebagian kalangan ada yang menilai bahwa aksi teror yang terjadi di tanah air merupakan desain dari kepolisian melalui Densus 88 untuk mengalihkan isu.
Bahkan tudingan yang mengarah pada phobia akut ini turut disebarluaskan melalui tulisan-tulisan di internet yang tidak jelas sumber informasinya. Apalagi mengharapkan pertanggungjawabannya.
Bahkan isu ini sempat mengusik anggota DPR RI dari Fraksi PAN Eko Patrio. Saat itu Eko dikabarkan sudah membuat pernyataan yang mengatakan bahwa aksi teror yang terjadi merupakan desain pengalihan isu yang dibuat oleh pihak kepolisian.
Klaim pernyataan Eko ini menyebar di internet dan dimuat oleh sejumlah media online. Namun yang bersangkutan membantah hal tersebut. Menurutnya dia tidak pernah mengatakan hal seperti itu, bahkan media yang dimaksud juga tidak pernah mewawancarainya.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menganggap serius persoalan ini. Dia menegaskan bahwa aksi teror yang terjadi itu bukan pengalihan isu yang dibuat oleh Polisi. Dia bisa menjamin hal itu berdasarkan pengalamannya menangani kasus seperti ini sejak belasan tahun lalu.
“Saya jawab dengan tegas ini bukan pengalihan isu. Kenapa, karena satu, saya sudah pengalaman dari tahun 98 menangani kasus seperti ini,” tegas Kapolri.
Tito menyayangkan tudingan yang tidak berdasar seperti itu. Dia menjelaskan, kasus terorisme ini bukan seperti drama film yang ada sutradara dan aktor-aktrisnya. Polri tidak pernah belajar menjadi sutradara, dan para tersangka teror juga bukan aktor dan aktris yang pandai bermain peran palsu.
“Rekan-rekan yang ada di Densus ini, Polri ini bukan sutradara. Kami tidak pernah belajar jadi sutradara. Para tersangka yang ditangkap ini juga bukan aktor bukan aktris yang pandai memainkan drama. Dan sistem hukum kita sangat terbuka sekali,” tukas Tito.
Tito menambahkan, bahkan sutradara kelas internasional seperti di hollywood saja tidak akan mampu merekayasa kasus seperti ini, sebab ancaman untuk pelakunya adalah hukuman mati.
“Jadi sutradara hollywood seperti apapun yang jago, tidak akan mampu merekayasa kasus seperti ini. Ini nanti ancaman bisa kena hukuman mati. Jadi sekali lagi, pengalihan isu tidak ada,” ujar Tito.
Tito menegaskan, jika ada yang bisa membuktikan bahwa kasus terorisme itu merupakan rekayasa oknum Polri untuk pengalihan isu, maka oknum tersebut pasti akan dipecat.
“Kalau memang iya, tunjukan buktinya. Apakah betul pengalihan isu. Kalau memang betul pengalihan isu dan rekayasa, anggota kita saya nanti perintahkan periksa dan pecat,” tegasnya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar menuturkan, tuduhan seperti ini tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, penyebaran informasi yang keliru ini bisa menyebabkan masyarakat menjadi lengah dan kurang waspada terhadap aksi-aksi radikal yang merusak tersebut.
Wakapolri Komjen Syafruddin juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, anggotanya itu sudah rela berbulan-bulan meninggalkan keluarganya, termasuk mempertaruhakan keselamatannya sendiri untuk melacak keberadaan teroris demi keamanan masyarakat.
“Teroris itu (masalah) serius ya, jangan ada komentar bahwa itu pengalihan isu atau sebagainya,” tukasnya.
Sementara menurut pengamat politik dari Universitas Tanjungpura, Syarif Usmulyadi Alqadrie, tudingan bawa aksi teror yang terjadi merupakan upaya pengalihan isu oleh kepolisian, sangat tidak manusiawi.
Menurutnya, pihak yang sudah menuding bahwa aksi teror itu adalah rekayasa oleh kepolisian adalah pihak yang pikiran dan hatinya sedang bermasalah. Bahkan patut dipertanyakan lagi nasionalismenya terhadap NKRI. Pasalnya, tujuan dari pencegahan dan penanggulangan aksi teror oleh Densus 88 itu adalah untuk memberikan rasa aman bagi semua anak bangsa.
“Semua pihak harus berpikiran jernih. Kalau tidak senang dengan pemerintahan yang sekarang tengah berkuasa berdasarkan hasil sebuah produk politik yang legal dan sah, jangan sampai langkah untuk menciptakan rasa aman, dinilai negatif,” tukasnya. (ZA)