JAKARTA, SUARADEWAN.com – Uji materi Pasal 260 ayat 1, Pasal 261 ayat 1 huruf i, dan Pasal 300 ayat 2 UU MD3 tentang masa jabatan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), akhirnya ditolak oleh Mahkamah Kontitusi (MK).
“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/2/2017).
Dalam pertimbangannya, MK tidak menemukan adanya persoalan konstitusionalitas dalam pasal-pasal yang diajukan untuk diuji. Hakim konstitusi lainnya, Mari Farida Indrati menjelaskan, substansi yang dipersoalkan pemohan adalah substansi yang diatur dalam peraturan DPD tentang Tata Tertib, bukan pada UU yang diujikan.
“Sehingga MK tidak berwenang mengadilinya. Adapun terhadap pemohonan privisi para pemohon, menurut MK tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan,” jelas Maria.
Seperti diketahui, uji materi terhadap tiga pasal tersebut diajukan oleh empat anggota DPD. Mereka adalah Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Djasarmen Purba, Anang Prihantoro, dan Marhany Victor Poly Pua.
Para pemohon menilai bahwa kekuasaan lembaga legislatif (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) serta eksekutif (Presiden) merupakan jabatan politik yang mengikuti rezim pemilu lima tahunan. Namun, karena pasal-pasal yang diajukan untuk diuji tersebut tidak mengatur tentang masa jabatan pimpinan, yang kemudian diasumsikan bahwa itu diatur dalam peraturan tata tertib masing-masing lembaga, para pemohon menganggap hal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian.
“Ketentuan masa jabatan yang diatur dalam tatib itu seolah memberikan ruang yang sangat luas dan kebebasan bagi lembaga legislatif menentukan masa jabatan pimpinannya. Ini yang menimbulkan ketidakpastian. Sebab Ketua DPD bisa saja sewaktu-waktu diganti,” ujar salah satu pemohon GKR Hemas.
Ketentuan lain yang juga digugat oleh para pemohon adalah ketentuan mengenai penyampaian laporan kinerja Pasal 261 ayat 1 huruf i UU MD. Namun, ketentuan tersebut tidak mengatur secara tegas apakah laporan kinerja yang dimaksud adalah kinerja secara kelembagaan atau hanya khusus untuk kinerja pimpinan DPD saja. Hal inilah yang kembali menimbulkan ketidakjelasan sehingga perlu untuk diuji-materikan. (ms)