UU Kontroversial Anti Muslim Biang Keladi Konflik Hindu-Muslim India

JAKARTA, SUARADEWAN.com — Pengesahan Amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan India (CAB) pada Desember 2019 menjadi polemik dan memicu kerusuhan antara pemeluk Hindu-Islam di New Delhi, India. Setidaknya 30 orang tewas dan ratusan luka akibat kerusuhan di New Delhi, India sejak 23 Februari 2020.

Parlemen India menerbitkan undang-undang yang akan memberikan kewarganegaraan India kepada para imigran dari tiga negara tetangga- Pakistan, Afghanistan, Bangladesh- kecuali jika mereka adalah Muslim.

Seperti dilansir AFP, Jumat (28/2), UU Amendemen Kewarganegaraan yang kontroversial ini dinilai mempercepat perolehan status kewarganegaraan bagi penganut agama minoritas, termasuk Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsis dan Kristen dari tiga negara tetangga tersebut, yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Partai-partai oposisi mengatakan UU itu tidak konstitusional karena mendasarkan kewarganegaraan pada agama seseorang, dan akan semakin meminggirkan 200 juta komunitas Muslim di India.

Di bawah UU ini, umat Muslim India juga akan wajib untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India. Sehingga ada kemungkinan warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan.

Tentara paramiliter India berpatroli di jalan yang dirusak dalam kekerasan Selasa di New Delhi, India, Kamis (27/2/2020). (AP Photo/Altaf Qadri

Al Jazeera menulis, partai oposisi Kongres Nasional India berpendapat hukum ini sangat diskriminatif untuk umat muslim, terlebih diberlakukan di negara sekuler dengan penduduk 1,3 miliar yang mana 15 pesen di antaranya adalah masyarakat Islam.

Yang dikritik dari UU CAB adalah langkah itu bagian agenda supremasi Hindu di bawah pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi sejak berkuasa hampir 6 tahun lalu.

Sanjay Jha, juru bicara partai oposisi utama Partai Kongres, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa hukum itu adalah “bagian dari strategi politik Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) yang memecah belah lebih dalam untuk mempolarisasi India”.

UU CAB pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada Juli 2016, yang merupakan amandemen UU Kewarganegaraan Citizenship Act 1955 yang menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan. Sementara, UU sebelumnya tidak menjadikan agama sebagai kriteria kelayakan untuk menjadi warga negara.

Kontroversi utama UU CAB adalah peraturan ini dapat dipakai untuk menghalangi Muslim dalam mencari kewaranegaraan, satu hal yang mirip dengan peraturan Donald Trump soal pelarangan umat Islam dalam mencari suaka di AS.

Dilansir BBC, UU CAB telah membuat ribuan orang melakukan aksi protes di jalan-jalan. Demonstrasi di ibukota Delhi berlangsung pada hari Minggu (15/12/2019). Setidaknya 50 orang, baik polisi maupun pengunjuk rasa luka-luka dan dibawa ke rumah sakit.

Kembali ke kerusuhan beberapa hari terakhir, Juru Bicara BJP Tajinder Pal Singh Bagga menampik partainya berada di balik semua penyerangan itu. Hal ini menyusul tuduhan pemimpin BJP Kapil Mishra terlibat dalam kerusuhan tersebut lantaran mengancam akan mengusir paksa kelompok penolak UU CAB itu usai Presiden AS Donald Trump menyelesaikan lawatannya.

“Partai kami tidak mendukung kekerasan dalam bentuk apapun, termasuk penyerangan terhadap Zubair,” katanya.

Ia justru menuding partai oposisi yang merancang kerusuhan ini selama kunjungan Donald Trump untuk mencoreng citra India. “Saya yakin semua akan baik-baik saja,” kata Bagga setelah menjamin militer akan turun tangan mengendalikan situasi, seperti dilansir The New York Times.

Sementara itu PM Narendra Modi baru buka suara pada Rabu setelah 24 orang dilaporkan tewas dan ratusan luka-luka. “Saya meminta kepada saudara dan saudari saya di Delhi untuk menjaga perdamaian dan persaudaraan. Memulihkan situasi agar menjadi tenang dan kembali normal harus diprioritaskan,” katanya lewat sebuat cuitan di Twitter.

Mengutip Guardian, Hakim S. Muralidhar, seorang hakim pengadilan tinggi Delhi mengkritik tajam polisi dan meminta pihak berwenang untuk mengusut dan melakukan investigasi terhadap politisi BJP, partai pengusung Narendra Modi lantaran menghasut kekerasan.

Namun Muralidhar lantas dimutasi ke negara bagian lain dalam sebuah perintah yang dikeluarkan larut malam. Hal ini memicu terjadinya perdebatan antara partai penguasa dan oposisi di media sosial. Menanggapi itu, Menteri Hukum Ravi Shankar Prasad bersikeras bahwa pemindahan tersebut bagian dari “transfer rutin”. (ti)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90